Budidaya Lele BioFLok2
BIOLOGI IKAN LELE
Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986) secara lengkap sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias spp
Penyebutan nama ikan lele di berbagai negara berbeda-beda.
Ikan lele ada yang dikenal dengan sebutan keli (Malaysia), plamond (Thailand), catetrang (Jepang), mali (Afrika), gura magura (Srilangka), dan catfish (Inggris). Di berbagai daerah di Indonesia, lele disebut ikan keli atau keeling (Makasar/Sulawesi), lele (Pulau Jawa), pintet (Kalimantan), kalang (Sumatera). Disebut catfish karena ikan ini mempunyai kumis seperti kucing. Istilah ini juga berlaku bagi jenis ikan lain yang juga berkumis, seperti : patin dan baung.
Beberapa spesies ikan lele yang ada di Indonesia diantaranya :
Clarias melanoderma, Clarias nieuofii, Clarias teijsmanii, Clarias macrochepalus, Clarias batrachus dan Clarias leiacanthus (Surya Gunawan, 2009).
Ikan lele bersifat nokturnal yaitu aktif bergerak mencari makan pada malam hari. Pada siang hari biasanya berdiam diri dan
berlindung di tempat-tempat gelap. Ikan lele dilengkapi bernafasan tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya dan bernafas dengan bantuan labirin yang berbentuk seperti bunga karang di bawah badannya, fungsinya sebagai penyerap oksigen yang berasal dari udara sekitarnya. Maka dalam keadaan tertentu ikan lele dapat beberapa jam berdiam di permukaan tanah yang lembab dan sedikit kadar oksigennya (Rachmatun, 2007).
Makanan dan kebiasaan makan
Ikan lele adalah pemakan hewan dan pemakan bangkai (carnivorousscavanger). Makanannya berupa binatang-binatang renik, seperti kutu-kutu air (daphnia, cladocera, copepoda), cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput kecil dan sebagainya. Ikan ini biasanya mencari makanan di dasar perairan, tetapi bila ada makanan yang terapung maka lele juga dengan cepat memakannya.
Dalam mencari makanan, lele tidak mengalami kesulitan karena mempunyai alat peraba (sungut) yang sangat peka terhadap keberadaan makanan, baik di dasar, pertengahan maupun permukaan perairan. Pertumbuhan lele dapat dipacu dengan pemberian pakan berupa pelet yang mengandung protein minimal 25% (sesuai SNI 01-4087-2006). Jika ikan lele diberi pakan yang banyak mengandung protein nabati, maka pertumbuhannya lambat (Ghufran, 2010).
Walaupun ikan lele bersifat nokturnal, akan tetapi pada kolam pemeliharaan terutama budidaya secara intensif lele dapat dibiasakan diberi pakan pelet pada pagi atau siang hari walaupun nafsu makannya tetap lebih tinggi jika diberi pada waktu malam hari.
Ikan lele relatif tahan terhadap kondisi lingkungan yang kandungan oksigennya sangat terbatas. Pada kondisi kolam dengan padat penebaran yang tinggi dan kandungan oksigennya minimum, ikan lele pun masih dapat bertahan hidup (Khairuman SP, 2008).
Jenis-jenis lele
Menurut Ghufran (2010), jenis-jenis ikan lele yang sudah banyak dibudidayakan antara lain :
a. Lele lokal
Lele lokal (Clarias batrachus) merupakan lele asli perairan umum Indonesia. Lele lokal sudah dibudidayakan sejak tahun 1975di daerah Blitar, Jawa Timur. Daging lele lokal sangat gurih dan
renyah karena tidak mengandung banyak lemak. Namun pemeliharaannya memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan lele dumbo (Clarias gariepinus). Untuk mencapai ukuran 500 gram per ekor, dibutuhkan waktu pemeliharaan sekitar 1 tahun. Oleh karena itu, budidaya lele lokal tidak sebanyak lele dumbo.
Walaupun demikian, lele lokal tetap dibudidayakan karena konsumen fanatik lele lokal cenderung tidak menyukai daging lele dumbo.
b. Lele dumbo
Lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah ikan introduksi yang didatangkan ke Indonesia pada tahun 1985. Lele dumbo merupakan lele hybrid dari hasil persilangan lele lokal Afrika spesies C.
Mossambicus dengan lele lokal Taiwan spesies C. Fuscus. Perkawinan silang tersebut menggunakan C. Mossambicus jantan dan C. Fuscus betina.
Lele dumbo merupakan lele unggul, selain pertumbuhannya cepat, ukurannya pun sangat besar. Untuk mencapai ukuran 500 gram per ekor, lele dumbo hanya butuh waktu pemeliharaan sekitar 3-4 bulan. Oleh karena itu, lele dumbo sangat popular sebagai ikan budidaya di Indonesia. Sebagian konsumen tidak menyukai lele dumbo karena lemaknya cukup tinggi.
c. Lele keli
Lele keli (Clarias meladerma) merupakan salah satu ikan lele lokal. Lele keli mulai dibudidayakan pada tahun 1987 oleh Sub Balitkanwar Palembang dan berhasil dipijahkan pada tahun 1989.
Lele ini banyak ditemukan di daerah Keli, Sumatera Selatan. Karena itulah lele ini disebut “Lele Keli”. Berdasarkan uji coba, lele keli lebih unggul dari lele lokal. Untuk tumbuh mencapai 500 gram per ekor, diperlukan waktu 5-6 bulan. Lele keli juga mudah beradaptasi pada berbagai perairan tawar dan tahan terhadap serangan penyakit, khususnya bakteri Aeromonas yang sering menyerang ikan lele.
Pertumbuhannya pun lebih cepat dari lele lokal, meskipun masih di bawah lele dumbo.
Umumnya, lele keli mempunyai warna badan lebih gelap (hitam kekuningan) dari lele lokal yang berwarna lebih muda (terang), sirip-siripnya lebih lebar dari lele lokal, ukuran kepalanya lebih besar dari lele lokal dan tidak mempunyai patil (patilnya tidak tajam).
d. Lele sangkuriang
Lele sangkuriang (Clarias gariepinus Var) merupakan salah satu varietas atau strain unggul yang dihasilkan oleh peneliti di Indonesia. Lele ini merupakan hasil perbaikan genetik lele yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dengan melakukan silang balik (backcross) terhadap induk lele dumbo yang ada di Indonesia antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6).
Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di BBPBAT Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1985, sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di BBPBAT Sukabumi. Pada tahun 1994, lele sangkuriang resmi dilepas sebagai varietas lele unggul berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KP.26/MEN/2004 tertanggal 21 Juli 2004.
Lele sangkuriang memiliki keunggulan dibandingkan lele dumbo. Keunggulan lele sangkuriang dibandingkan dengan lele dumbo antara lain fekunditas telur yang lebih banyak, yaitu mencapai 60.000 butir dengan derajat penetasan telur >90%, sedangkan lele dumbo hanya 30.000 butir dengan derajat penetasan > 90%, panjang rata-rata benih lele sangkuriang usia 26 hari dapat mencapai 3-5 cm, sedangkan lele dumbo hanya 2-3 cm, nilai konversi pakan atau FCR lele sangkuriang berada pada kisaran 0,8 - 1,0 sedangkan nilai FCR lele dumbo lebih dari 1 (Khairuman, 2008).
Perbedaan karakter lele sangkuriang dengan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
e. Lele phyton
Lele phyton (Clarias gariepinus var) dihasilkan oleh Kelompok Sinar Kehidupan Abadi (SKA), kelompok pembudidaya lele Bayumundu, Pandeglang, Banten. Lele phyton merupakan lele hasil silang antara lele dumbo asal Thailand (lele D89F2) dengan lele dumbo asal Afrika (F6). Lele phyton juga merupakan salah satu varietas lele unggul yang dihasilkan oleh penangkar lokal. Karena bentuk kepala ikan ini mirip dengan ular phyton, maka dinamakan ikan lele phyton. Ciri-ciri fisiknya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Keunggulan dari lele phyton adalah pertumbuhannya lebih cepat. Ukuran benih 7-8 cm membutuhkan waktu sekitar 50-55 hari pemeliharaan untuk mencapai ukuran konsumsi, sedangkan pemeliharaan ukuran benih 9-10 cm hanya membutuhkan waktu 40-45 hari untuk mencapai ukuran konsumsi. Disamping itu, lele phyton dapat dibudidayakan di lingkungan yang bersuhu dingin.
TEKNOLOGI BIOFLOK
BIOFLOK berasal dari kata “BIOS” artinya kehidupan dan “FLOC atau FLOCK” artinya gumpalan. Jadi pengertian BIOFLOK adalah kumpulan dari berbagai organisme (bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing, dll.) yang tergabung dalam gumpalan (flok). Teknologi bioflok pada awalnya merupakan adopsi dari teknologi pengolahan limbah lumpur aktif secara biologi dengan melibatkan aktivitas mikroorganisme (seperti bakteri).
Budidaya ikan dengan menerapkan teknologi bioflok berarti memperbanyak bakteri/mikroba yang menguntungkan dalam media budidaya ikan, sehingga dapat memperbaiki dan menjaga kestabilan mutu air, menekan senyawa beracun seperti amoniak, menekan perkembangan bakteri yang merugikan (bersifat pathogen) sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Suprapto, 2013).
Dalam penerapan teknologi bioflok memanfaatkan penumpukan bahan organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran ikan maupun jasad yang mati seperti plankton dan lain-lain sebagai sediaan hara untuk merangsang pertumbuhan bakteri yang akan menghasilkan flok. Oleh karena itu dalam teknologi ini pergantian air dapat diminimalkan. Bahan organik diusahakan teraduk secara terus menerus, sehingga terurai dalam kondisi cukup oksigen (aerob).
Perkembangan mikroba dalam medi budidaya diharapkan didominasi oleh bakteri/mikroba yang menguntungkan. Untuk itu perlu dilakukan penambahan mikroba/bakteri probiotik secara berkala ke dalam media budidaya. Penambahan karbon organic seperti molase (tetes tebu) atau gula pasir atau tepung terigu atau leri (air cucian beras) akan mempercepat perkembangan mikroba/ bakteri heterotrof yang menguntungkan. Selanjutnya bakteribakteri tersebut akan membentuk konsorsium dan terjadi pembentukan flok dengan adanya bahan organik yang cukup tinggi di dalam media budidaya.
Bahan organik yang merupakan limbah diaduk dan diaerasi.
Bahan organik yang tersuspensi akan diuraikan oleh bakteri heterotrof secara aerobik menjadi senyawa anorganik. Bila bahan organik mengendap (tidak teraduk) maka akan terjadi kondisi yang anaerobik. Hal ini akan merangsang bakteri anaerobik mengurai bahan organik menjadi bahan organik yang lebih sederhana (asam organik, alkohol) serta senyawa yang bersifat racun (amoniak, nitrit, H2S, metana).
Keuntungan penerapan teknologi bioflok ini antara lain :
a. Sedikit pergantian air (efisien dalam penggunaan air).
b. Tidak tergantung sinar matahari.
c. Padat tebar lebih tinggi (bisa mencapai 3.000 ekor/m3 ).
d. Produktivitas tinggi.
e. Efisien pakan (FCR bisa mencapai 0,7).
f. Efisien dalam pemanfaatan lahan.
g. Membuang limbah lebih sedikit.
h. Ramah lingkungan.
Beberapa persyaratan umum dalam penerapan teknologi bioflok :
a. Konstruksi kolam harus kuat (beton, terpal, fiber).
b. Kedisiplinan dan ketelitian yang tinggi.
c. Perlu keuletan.
d. Perlu peralatan untuk aerasi dan pengadukan.
e. Pemahaman terhadap teknologi budidaya.
Pembuatan kolam
Dalam penerapan teknologi bioflok pada budidaya lele secara intensif, konstruksi kolam dapat terbuat dari beton, terpal atau fiber.
Konstruksi kolam tidak membentuk sudut. Contoh konstruksi kolam bundar berbahan plastik dengan rangka besi anyaman (besi wiremesh) sebagai berikut :
a. Besi anyaman (besi wiremesh diameter 6 mm) untuk rangka dinding kolam.
b. Fiber tipis / karpet talang / tripleks 2 mm untuk pelapis dinding.
c. Terpal/ plastik untuk dinding dan dasar kolam.
d. Pipa PVC 2 inchi dan knee 2 buah.
e. Sealer (lem).
f. Gunting.
g. Gergaji besi.
Caranya :
a. Besi anyaman (besi wiremesh) dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian antar buku dikaitkan dengan cincin besi atau diikat kawat sebagai pengunci sehingga berbentuk lingkaran (lihat gambar).
b. Kolam dapat berbentuk persegi berukuran 1x2 m2 , 2x4 m2 atau kolam berbentuk bundar berdiameter 2 meter. Untuk kolam berbentuk persegi, sudut dilengkungkan untuk menghindari sudut mati.
c. Terpal/plastik dipotong sesuai dengan ukuran dan bentuk kolam yang diinginkan, kemudian dijahit dan di lem agar tidak bocor.
d. Terpal yang sudah jadi dimasukkan kedalam rangka besi yang telah disiapkan
Persiapan kolam
Pengisian air
Sebelum kolam diisi air, kolam terlebih dahulu dibersihkan/disterilisasi. Bila perlu dilakukan pengeringan dan desinfeksi dengan menggunakan kaporit 10%.
Pengisian air kedalam kolam sampai penuh dengan ketinggian air 80-100 cm dengan menggunakan air sumur atau air sungai yang sudah ditreatment dengan menggunakan kaporit 30 gram per m3 selama 3 hari (untuk kolam diluar ruangan) dan untuk kolam didalam ruangan dinetralkan dengan Sodium Thiosulfat dengan dosis 15 gram/m3 setelah minimal 24 jam pemberian kaporit.
Pemasangan peralatan
Pemasangan peralatan meliputi pompa dan perlengkapannya (selang aerator, filter dan pipa pengeluaran pompa). Setelah pemasangan, perlu dilakukan uji coba untuk mengetahui kekuatan aliran arus dan kemampuan pengadukannya. Aliran dibuat melingkar sehingga endapan terjadi di bagian tengah kolam. Pompa harus dipasang ditengah dan aliran air dikeluarkan di bagian tepi kolam dengan arah keluar yang berlawanan.
Perlakuan (treatment)
Perlakuan (treatment) air dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Kapur tohor 100 gr per m3 /dolomit 200 gr per m3 /kaptan 200 gr per m3 /mill 150 gr per m3
- Garam krosok (non-iodium) : 3 kg per m3 air.
- Probiotik 5 cc per m3 . Jenis probiotik yang digunakan adalah bakteri heterotrof antara lain Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus megaterium, Bacillus polymyxa).
- Molase (tetes tebu) sebanyak 100 cc per m3 atau gula pasir 75 gr per m3
Kemudian air dibiarkan selama 7 hari atau air terlihat berubah warna atau terasa lebih licin.
Kolam siap ditebar benih.
Pengadukan dan aerasi
Pengadukan dilakukan dengan menggunakan blower 100 watt yang dapat dimanfaatkan untuk 6 unit kolam bundar yang dipasang mulai dari awal pemeliharaan. Gunanya untuk mengaduk media supaya bahan-bahan organik teraduk dengan rata sehingga terurai secara aerobik, untuk meningkatkan oksigen terlarut (DO) dan membuang gas karbondioksida (CO2) untuk mengurangi penurunan pH dan alkalinitas air, serta menambahkan kandungan oksigen (O2) untuk bakteri dan ikan didalam kolam. Pengadukan dan aerasi harus tetap terjaga selama pemeliharaan untuk menghindari efek dari perombakan jasad plankton yang mati akibat dari kandungan oksigen yang rendah dan amoniak yang tinggi. Pengadukan dan aerasi ini juga sangat diperlukan untuk menjaga flok agar tetap tersuspensi didalam air, sehingga kualitas air sesuai untuk kebutuhan ikan.
Penebaran benih
Benih lele yang ditebar berukuran 7-8 cm (SNI Nomor 01-2 6484.2-2000) dengan padat tebar 1.000 ekor/m . Sebelum benih ditebar, sebaiknya benih lele disucihamakan/direndam dengan menggunakan vaksin sesuai aturan pakai pada label kemasan.
Penebaran benih hendaknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Upaya penyamaan suhu air wadah benih secara bertahap agar benih tidak stres saat ditebarkan maka benih diadaptasikan terlebih dahulu dengan cara menambahkan air kolam ke dalam kantong benih. Benih yang sudah adaptasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan air kolam.
Manajemen pakan
Setelah benih ditebar kedalam kolam, selanjutnya benih dipuasakan selama 2 hari untuk proses adaptasi dengan lingkungan baru sambil menunggu isi lambung bener-bener kosong/bersih. Pada saat pemberian pakan pertama kali disarankan maksimal Selain pemberian probiotik, sebaiknya juga melakukan pengapuran 7 hari sekali pada bulan pertama, dan setiap 5 hari sekali pada bulan 3 berikutnya dengan dosis 200 gr per m air. Setelah itu tambahkan unsur C (tepung terigu/ tepung beras/ tapioka) sebanyak 240 gram per 10 kilogram pakan yang diberikan. Selanjutnya berikan aerasi yang kuat di dasar kolam hingga permukaan air untuk mempercepat proses pengadukan hingga terbentuknya flok.
Pakan yang diberikan difermentasi dengan menggunakan probiotik jenis Lactobacillus selama 2 hari atau maksimal 7 hari.
Komposisinya yaitu 2 cc probiotik per kilogram pakan yang diberikan, dan ditambahkan air bersih sebanyak 25% dari berat pakan. Selanjutnya kedua bahan ini dicampur merata kemudian diletakkan dalam wadah dan dibiarkan selama 2 hari. Setiap harinya, kedua bahan ini harus diaduk. Jenis pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu pelet standar SNI (pakan buatan pabrik.
Pemberian pakan pertama kali setelah puasa sebanyak 2,5 % dari bobot biomassa untuk adaptasi lambung setelah puasa.
Selanjutnya pakan diberikan sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari dengan porsi sebanyak 80% dari daya kenyang ikan dengan perhitungan seperti pada Tabel 4 berikut ini.
Pemberian pakan yang sesuai dengan dosis ditandai dengan tidak adanya lele yang menggantung/telentang di permukaan air dalam waktu 1 – 2 jam setelah pemberian pakan. Ikan tidak diberi pelet sehari dalam seminggu untuk memanfaatkan flok yang tersedia dimulai pada minggu kedua setelah penebaran.
Pengelolaan air
Pengelolaan air sangat penting dalam usaha budidaya.
Kegiatan pengelolaan air dapat dilakukan dengan cara menambahkan probiotik kedalam wadah budidaya. Cara dan dosis pemberian probiotik kedalam wadah budidaya dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut ini.
PERMASALAHAN DAN SOLUSI DALAM APLIKASI TEKNOLOGI BIOFLOK
Dalam aplikasi penerapan teknologi bioflok pada usaha budidaya ikan lele sering ditemukan beberapa masalah antara lain:
a. Probiotik
Pada umumnya pembudidaya banyak yang salah dalam memilih jenis probiotik yang digunakan. Untuk membentuk floc,probiotik yang digunakan harus spesifik. Oleh karena itu bakteri yang digunakan harus dari kelompok bakteri heterotrof. Dari kelompok bacillus terdiri dari Bacillus subtilis, Bacillus Lycheniformis, Bacillus megaterium dan Lactobacillus dan dari kelompok fotosintetik yang terdiri dari Rhodobacter dan Rhodospirilum. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya pembudidaya menggunakan produk yang sudah terbukti di lapangan sehingga lebih efisien waktu dan memperkecil resiko kegagalan.
b. Air hitam (flok hitam)
Warna air kehitaman menunjukkan kondisi lingkungan dalam kolam kekurangan oksigen. Bila terjadi air dengan kondisi tersebut, lakukan pembuangan kotoran yang ada di dasar kolam dengan cara membuka pipa pembuangan, tambahkan kapur dan aerasi yang cukup agar terjadi oksidasi secara merata dan sempurna.
c. Pengadukan/aerasi tidak merata
Pengadukan dan aerasi sangat penting dalam penerapan teknologi bioflok. Bila pengadukan/aerasi berhenti, biasanya terjadi endapan karena kekurangan oksigen dan tingginya kandungan karbondioksida. Bila kurang aerasi, maka dapat menyebabkan kematian ikan. Oleh karena itu, bila terjadi hal tersebut maka perlu dilakukan pengapuran 10-20 ppm untuk mengikat CO dalam air dan meningkatkan pH serta alkalinitas. Bila dalam penerapan teknologi bioflok tidak menggunakan pengadukan mekanik dan aerasi, maka sebaiknya jangan melakukan padat tebar tinggi.
Kelemahan dari penerapan teknologi bioflok ini bila aerasi / pengadukan terhenti dikarenakan listrik mati dalam waktu tertentu, maka akan terjadi kematian ikan secara massal. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan amonia dan karbon dioksida yang cukup tinggi di dalam media budidaya ikan sehingga ikan keracunan senyawa tersebut.
Langkah antisipasi :
- Sediakan generator/UPS sebagai tenaga listrik cadangan.
- Bila tidak tersedia generator/UPS, segera tambahkan kapur 50gr/m 3 untuk mengikat gas CO2. Bila perlu ditambahkan zeolite untuk mengikat amoniak.
d. Air bau
Kasus air bau biasanya disebabkan oleh pemberian pakan yang berlebihan, terjadinya kematian bakteri secara massal, dasar kolam terlalu kotor serta pH air rendah. Menumpuknya kotoran didasar kolam menyebabkan perombakan bahan organik secara berlebihan sehingga terjadi penumpukan amoniak yang sangat tinggi. Tindakan yang harus dilakukan yaitu mengganti air sebanyak 30%, menambah aerasi, probiotik dan molase (tetes), diikuti dengan pengapuran pada malam hari. Lakukan penyifonan dan berikan garam secukupnya (250-500 gram/m 3).
e. Lele menggantung
Ikan lele menggantung sebagian atau seluruhnya biasanya disebabkan oleh kualitas air kurang baik, kelebihan pakan, atau terserang penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri maupun parasit. Sebaiknya ambil beberapa ekor untuk dijadikan sampel pemeriksaan di laboratorium, demikian juga terhadap kualitas air medianya.
f. Flok tidak terbentuk
Flok tidak terbentuk biasanya disebabkan oleh bahan organic masih belum cukup, penyusun inti flok kurang, C/N ratio tidak sesuai (terlalu rendah), gangguan cuaca (hujan) dan adanya pemangsaan yang cukup tinggi oleh hewan protozoa. Mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan aerasi yang cukup, tingkatkan C/N ratio dengan penambahan molase, menutup kolam saat hujan, 3 serta memberikan garam dosis 3 kg/m .
g. Flok terlalu kental
Bila flok pekat, sebaiknya ikan tidak diberi pelet agar ikan memanfaatkan flok atau kurangi porsi pakan hingga 30-40% per hari sampai flok tersisa 5% saja. Bila flok terlalu kental tetapi ikan sudah lemah kondisinya, maka segera lakukan pergantian air dengan membuang air dasar dan flok yang mengendap hingga 30%.
h. Pemberian molase
Pemberian molase dapat menimbulkan masalah bila tidak hati-hati karena molase dapat merangsang perkembangan bakteri.
Sebagai contoh bakteri Methanobacter, dapat memfermentasi molase menjadi gas metana yang dapat menyebabkan kematian ikan.
Sebaiknya sebelum diberikan kedalam kolam, rebuslah molase agar bakteri mati. Saat perlakukan, berikan aerasi yang cukup.
I. Nafsu makan turun
Penurunan nafsu makan disebabkan beberapa faktor antara lain suhu yang rendah, pH terlalu rendah atau terlalu tinggi, kualitas air tidak memenuhi persyaratan (bahan organik terlalu tinggi).
Mengatasi hal ini, segera lakukan penggantian air dan lakukan monitoring kualitas air secara berkala.
j. SDM
Kompetensi sumberdaya manusia masih belum memadai.
Sehingga perlu dilakukan sosialisasi, pelatihan, transformasi teknologi, serta pembentukan sikap mental.
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PRAKTIS BUDIDAYA IKAN LELE SISTEM BIOFLOK
Berikut adalah contoh standar prosedur operasional untuk budidaya ikan lele sistem bioflok di bak bulat ukuran diameter 3 m dan ketinggian air 60-80 cm untuk padat tebar 500 ekor/m3 atau (3000 ekor benih/bak, ukuran 8-9 cm).
1. Persiapan Air
- Bersihkan bak dan jemur selama sekitar 12 jam (Ukuran bak : Diameter 3 m).
- Isi bak dengan air sumur setinggi 70 cm (volume sekitar 3-5 m )
- Hidupkan aerasi terus menerus
- Pada setiap bak, masukkan secara berurut:
- Kapur tohor 250 gram per bak (50 gram/m )
- Kapur dolomit 400 gram per bak (80 gram/m )
- Garam 10 kilogram per bak (2 kg/m3)
- Biolacto 1 sendok makan penuh (sekitar 5 gram) per bak (1 gram/m3 );
- Molase 500 mL (100 ml/m )
- Air media siap digunakan setelah minimal 4 hari dan maksimal 10 hari
- Bila lebih dari 10 hari: Masukkan dolomit 0.4 kg dan Biovisi lacto 1 sendok makan per bak
2 . Persiapan Benih
- Cek kesehatan benih
- Semua benih berenang lincah (tidak ada yang menggantung);
- Berlendir normal (tubuh licin);
- Kumis tidak putus dan sirip lengkap;
- Tidak luka dan tidak borok;
- Kematian ikan dalam wadah transportasi tidak lebih dari 5%.
- Ukur panjang benih
- Hitung jumlah benih (sampling dengan timbangan gantung kapasitas 25 kg);
- Puasakan selama 24 jam, adaptasi makan 24 jam, menentukan respon makan 24 jam kemudian
Pengelolaan Pakan
Persiapkan pakan:
- Larutkan probiotik Thionat 1 sendok makan penuh dalam 2 liter air;
- Aduk 1 kg pakan dengan 1 gelas (250 mL) larutan probiotik;
- Simpan pakan pada wadah tertutup;
- Adukan pagi untuk diberikan sore, adukan sore untuk diberikan pagi;
- Adukan pakan dapat bertahan sampai 5 hari atau sampai tidak ada jamur hitam/kuning;
- Adukan untuk pakan pertama sekitar 2 kg, adukan selanjutnya sesuai respon makan.
- Berikan pakan 2 x per hari sesuai respon makan (2-5 menit).
Berikan pakan pada satu wadah hingga selesai baru pindah ke wadah berikutnya. Jeda pemberian akan menyebabkan ikanyang sudah makan memakan pakan kembali.
Pengelolaan Air Media
Identifikasi Air yang Baik
- Air tidak bau
- Ikan dominan berada di dasar bak atau kolom air (tidak sering muncul ke permukaan)
- Air stabil berwarna kecoklatan.
Indikator Ketidak-stabilan Air
- Air berwarna coklat memutih/pucat
Penyebab: Kebanyakan pakan
Penanganan: Kurangi jumlah pakan - Air bau
Penyebab: Kebanyakan pakan
Penanganan: - Buang air 30-40%
- tambahkan air baru
- tambahkan dolomit dan probiotik
- Ikan menggerombol di permukaan atau nyembulnyembul
Penyebab: Nilai pH menurun atau perubahan kualitas air lainnya
Penanganan: - Buang air 30-40%,
- tambahkan air baru,
- tambahkan dolomit dan probiotik
Penggantian air
- Pertama kali air diganti 7 hari setelah pemberian pakan
normal. Air diganti sebanyak 10 – 15% - Penggantian air selanjutnya dilakukan setiap 7 hari
- Setelah air penuh masukkan secara berurutan:
Kapur dolomit 200 gram per bak yang dilarutkan dulu di dalam ember; Molase (yang sudah dididihkan dan didinginkan) 150 mL per bak yang dilarutkan dulu di dalam ember;
Probiotik Biolacto 1 sendok teh penuh per bak yang dilarutkan dulu di dalam ember - Sebelum ganti air dan sebelum air penuh, ikan tidak diberi makan.
Persiapan Air untuk Pemeliharaan Lanjutan
- Bersihkan bak yang kosong;
- Isi bak dengan air dari bak yang ada ikannya (ikan sehat) sampai 15 cm;
- Tambahkan air bersih sampai kedalaman 50 cm;
- Masukkan pipa aerasi, berikan aerasi terus menerus;
- Tambahkan garam 3 kg per bak;
- Tambahkan kapur dolomit 400 gram per bak;
- Tambahkan probiotik Biolacto 1 sendok makan peres;
- Masukkan ikan yang tidak terpilih;
- Puasakan ikan sekitar 24 jam;
- Pemberian makan seperti pada pemeliharaan.
Penanganan Ikan Tidak Sehat atau Sakit
a. Bila saat baru ditebar atau selama pemeliharaan terdapat ikan sakit, maka ikan dipuasakan ikan sekitar 3 hari;
b. Bila kematian <50 ekor per hari; Buang air sekitar 40% (menjadi 35-40 cm), Tambahkan air kembali 10-20% air (menjadi 45-50 cm), Tambahkan garam 2.5 kg per bak, Tambahkan dolomit 75 gram per bak. Probiotik biolacto 1 sendok makan peres per bak. Ikan dipuasakan 24 jam. c. Bila kematian >50 ekor per hari;
Buang air 100% (semua ikan mati dibuang),
Masukkan air terus-menerus sampai busa terbuang
Matikan atau cabut aerasi,
Tambahkan air (menjadi sekitar 20 cm) bersamaan dengan Everlac 3 tutup,
d. Bila kematian sudah terhitung >70%;
Bak dikeringkan dan ikan dipanen;
Ikan tidak disatukan ke dalam bak lain;
Pemanenan Ikan
- Lakukan panen parsial bila ada kebutuhan atau permintaan pasar dan panen total setelah 90 hari;
- Pada panen parsial, pilih ikan sesuai ukuran yang dikehendaki. Gunakan keranjang grading sesuai ukuran seleksi yang diinginkan;
- Ikan yang tidak terpilih dipelihara lebih lanjut pada bak yang dipersiapkan:
Bersihkan bak yang kosong,
Isi bak dengan air dari bak yang ada ikannya (ikan sehat) sampai 15 cm,
Tambahkan air bersih sampai kedalaman 50 cm,
Masukkan aerasi terus menerus,
Tambahkan garam 3 kg per bak,
Tambahkan kapur dolomit 400 gram per bak,
Tambahkan probiotik Biolacto 1 sendok makan peres;
Masukkan ikan yang tidak terpilih,
Puasakan ikan sekitar 24 jam,
Pemberian makan seperti pada pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA
BSN.2000. Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) kelas benih
sebari (SNI 01-6484-2000). Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Jakarta.
BSN. 2010. Pakan buatan untuk ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) SNI 01-4087-2006. SNI Budidaya Air Tawar.
Direktorat Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Jakarta.
Ghufran M. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Penerbit
ANDI. Yogyakarta.
Khairuman SP, 2008. Toguan Sihombing, Khairul Amri, S.Pi,M.Si.
Budidaya Lele Dumbo di Kolam Terpal. Agromedia
Pustaka.
Rachmatun. S, Dra dan Suyanto. 2007. Budidaya Ikan Lele (Edisi
Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.
Statistik Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2011. 2012.
Statistik Perikanan Budidaya. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Jakarta.
Supardi Lee. 2003. Kiat Sukses Budidaya Lele di Lahan Sempit.
Suprapto. 2013. Budidaya ikan lele dumbo-Dengan Menerapkan
Teknologi Bioflok. Klinik IPTEK Mina Bisnis Pacitan.
Jawa Timur.
Surya. 2009. Kiat Sukses Budidaya Lele di Lahan Sempit. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
__. 2010. Buku Saku Pengendalian Penyakit Ikan. Direktorat
Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Jakarta.
No comments:
Post a Comment