Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin
Oleh:
JACQUES SLEMBROUCK
OMAN KOMARUDIN
MASKUR
MARC LEGENDRE
Merupakan hasil riset selama 6 tahun yang telah dilakukan oleh peneliti
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan yang bekerjasama dengan peneliti IRD (Institut de recherche
pour le développement), eks ORSTOM Perancis yang merupakan counterpart
dalam “Catfish Asia Project” yang dimulai tahun 1996.
Karena Pangasius djambal merupakan calon yang baru untuk akuakultur, masih sulit untuk mendapatkan induk ikan dari pembudidaya. Dewasa ini dua pilihan berikut bisa dipertimbangkan untuk memperoleh calon induk P. djambal:
- Menangkap ikan dari alam;
- Mengangkut ikan dari tempat-tempat penangkaran seperti BBAT Jambi atau LRPTBPAT eks Balitkanwar. Kedua tempat penangkaran milik pemerintah ini telah mengembangbiakkan calon-calon induk ikan yang bisa disediakan bagi pembudidaya yang berkeinginan memulai pembenihan P. djambal.
Pada kedua pilihan tersebut di atas, memperoleh induk ikan memerlukan persiapan agar bisa mengangkut dalam kondisi yang baik. Rekomendasi untuk memperoleh ikan dari alam dan beberapa teknik pengangkutan yang cukup berhasil bagi contoh ikan P. djambal dengan ukuran berbeda dikemukakan dalam bab ini.
Pengangkutan Pangasius djambal
Untuk setiap jenis pengangkutan ikan, langkah-langkah keamanan utama berikut patut dipertimbangkan:
Induk ikan
• Ikan haruslah berada dalam keadaan sehat sebelum pengangkutan, ikan yang terluka bisa mati selama dalam perjalanan dan akan mengakibatkan pencemaran air serta kematian ikan lainnya;
• Ikan harus dipuasakan selama 24 sampai 48 jam sebelum pengangkutan untuk mencegah kotoran yang bisa mencemari air dan mengakibatkan kematian;
• Wadah pengangkut harus diisi dengan air bersih;
• Air yang digunakan untuk pengangkutan harus memiliki suhu yang sama dengan suhu air tempat pembesaran pertama;
• Variasi suhu yang besar harus dihindari;
• Selama pengangkutan, air harus diberi oksigen.
• Duri keras sirip punggung dan sirip dada P. djambal dengan bobot 200 g atau lebih dengan mudah bisa merobek kantong plastik yang digunakan untuk pengangkutan, dan resiko tersebut semakin meningkat jika ukuran ikan semakin besar. Untuk menghindari masalah ini, salah satu dari prosedur berikut patut untuk dipertimbangkan:
o Masukkan lembaran plastik transparan yang tebal antara kedua kantong plastik untuk mencegah lapisan luar dirusak oleh duri yang tajam. Jenis lembaran plastik tebal yang umumnya digunakan di Indonesia untuk taplak meja sangat cocok untuk tujuan ini;
o Masukkan duri yang tajam tersebut ke dalam selang karet
Benih ikan
Metode lain dilakukan dengan menggunakan air dingin sebagai penenang diterapkan untuk mengirim ikan P. djambal ukuran kecil (rata-rata bobot 100 g) dari kolam ke jaring apung di danau.
Ikan ditangkap dengan jaring (ukuran mata jaring 5 mm) dari kolam dan dipindahkan ke dalam bak beton (ukuran 2 x 4 m, sekitar 1200 liter air) dan dipuasakan selama 2 hari.
Untuk menenangkan ikan selama pengangkutan, suhu air dalam tangki diturunkan dari 29°C ke 20°C dengan menggunakan es balok. Sebelum dimasukkan ke wadah pengemasan, ikan dibius terlebih dahulu dalam tangki air dingin (kedalaman air 15 cm) sampai ikan-ikan tersebut berada dalam keadaan tidak sadar.
Ada dua macam obat bius yang digunakan pada P. djambal:
- MS222® (tricaine methane sulfonate) dosis 50 – 100 ppm;
- 2-phenoxyethanol dosis 300 – 400 ppm.
Dosis sebelumnya diberikan kepada ikan dengan bobot tubuh di atas 2 kg.
2-phenoxyethanol juga digunakan sebagai rendaman anti-bakteri dan antijamur.
Obat bius harus secara hati-hati dicampur dengan air dalam tangki sebelum memasukkan ikan ke dalam rendaman obat tersebut. Karena efek obat bius tergantung pada spesies, ukuran dan suhu, dosis tersebut diatas bisa berkelebihan. Perilaku ikan dalam rendaman obat bius tersebut harus secara terus menerus diamati agar ikan-ikan tersebut bisa dikeluarkan pada waktu yang tepat.
Kolam
Kolam-kolam yang dipergunakan dibangun dari beton, tanah, terpal atau keramba jaring apung (permukaan: 6 m2, kedalaman: 1,5 m) dibangun dari kayu sesuai dengan kebiasaan masing-masing, kerangka ini dipasang terapung di danau atau sungai yang mengalir untuk memaksimalkan penggantian air antara sungai dan bagian dalam keramba. Kolam dengan kedalaman 1 m. Pasokan air tergantung pada musim dan kekurangan air kadangkala terjadi selama 1 atau 2 bulan pada musim kemarau. Kisaran padat tebar ikan ideal dan parameter lingkungan selama pemeliharaan induk ikan P. djambal dalam kolam bisa dilihat di tabel berikut.
Mutu dan jumlah pakan
Pemberian pakan yang tepat diperlukan untuk menjaga agar induk ikan tetap dalam keadaan sehat. Sudah diketahui bahwa keterbatasan atau kekurangan dalam nutrisi dasar bisa mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan gonad.
P. djambal berpotensi memiliki lapisan lemak tinggi yang bisa bersifat tidak menguntungkan bagi perkembangan gonad sebagaimana sudah diamati pada kelompok ikan patin di Vietnam (Cacot, 1999). Disarankan untuk membesarkan ikan-ikan tersebut menggunakan pakan kaya protein dengan takaran pemberian pakan yang memadai.
Induk P. djambal bisa diberi pakan sebagai berikut:
- pelet dengan kadar protein 35%;
- Takaran pemberian pakan harian untuk P. djambal sesuai dengan bobot tubuh rata-rata.
Di lokasi-lokasi tertentu atau karena berbagai alasan (biaya, pemasok, dll.), tidak selalu bisa memperoleh dan mendistribusikan pakan atau pengaturan pakan dengan protein tinggi. Karena itu, untuk mempertahankan kadar protein yang sepadan, disarankan untuk mengevaluasi kembali ransum dengan rincian seperti di bawah ini.
Perhitungan
1) Kandungan protein pakan 1 : Kandungan protein pakan 2 = rasio protein 35% : 25% = 1,4
2) Rasio protein x Ransum harian dengan pakan 1 = ransum harian yang baru 1,4 x 0,8% = 1,12%
Takaran ransum pakan yang baru adalah 1,12% dari total biomassa dengan pakan 2.
Takaran ransum pakan harian untuk 2 jenis pakan berbeda yang diberikan untuk mempertahankan alokasi protein kasar harian.
Praktek pemberian pakan
Meskipun penting untuk memperhatikan aspek nutrisi, berbagai factor seperti karakteristik fisik dari pakan, cara pemberian dan frekuensi distribusi, serta evaluasi berkala dari kuantitas yang diberikan juga mempengaruhi kondisi induk ikan.
- Karakteristik pakan: karena P. djambal dalam lingkungan budidaya mencari makanan di dasar atau di bagian yang gelap dari badan air, disarankan untuk menggunakan pakan dalam bentuk butiran yang bisa tenggelam daripada yang mengapung. Pakan jenis pertama haruslah bersifat cukup tahan air untuk memungkinkan ikan menelannya sebelum pakan tersebut larut dengan air.
- Frekuensi: 2 kali sehari dan 6 hari seminggu, disarankan untuk tidak memberi pakan selama 1 hari dalam seminggu.
- Cara pemberian: pakan harus disebarkan secara perlahan dengan tujuan agar ikan terbiasa dengan pakan buatan dan ikan bias memakannya. Pada waktu yang sama, pembudidaya bisa mengamati prilaku ikan.
- Evaluasi jumlah pakan: karena pertumbuhan P. djambal sangat cepat, disarankan untuk mengambil sampel dan menimbang ikan setiap bulannya dengan tujuan mengevaluasi kembali takaran pemberian pakan serta untuk memperoleh pertumbuhan optimal dan kematangan seksual.
- Membersihkan kolam dari ikan pesaing: ikan yang tidak diinginkan yang terdapat dalam tempat pembesaran atau budidaya bisa memakan sebagian besar pakan yang diberikan dan menghalangi induk ikan memperoleh ransum pakannya secara penuh. Untuk mencegah masalah ini, semua ikan pesaing harus dibersihkan dari kolam secara berkala.
PENANGANAN DAN METODE MENGURANGI STRES
Penting untuk dicatat bahwa stres yang berasal dari penangkapan dan penanganan bisa mempengaruhi kematangan gonad dan pertumbuhan. Diketahui bahwa stres bisa mengurangi penyerapan pakan, memperlemah ikan serta akhirnya mempengaruhi keberhasilan pemijahan. Menangkap ikan secara kasar pada bagian ekornya bisa membuat stres dan rasa tidak aman.
Ikan berusaha untuk melepaskan diri dan bisa terluka jika terjatuh ke lantai. Terlebih lagi cara penangkapan ini sering terlihat di pembudidaya ikan, berakibat keluarnya lendir pelindung yang terdapat di sekitar pangkal ekor.
Saran
Agar bisa menopang bobot ikan dan memegangnya secara aman, peganglah kepala dan bagian pangkal ekornya secara bersamaan dengan hati-hati, kemudian letakkan ikan secara perlahan dalam handuk basah, tutup matanya dan bawalah “seperti layaknya seorang bayi”. Kantong plastik atau yang berbahan basah banyak digunakan untuk menangani induk ikan. Kegiatan ini harus di reka ulang untuk setiap ikan.
Tindakan pencegahan umum
- Ikan harus ditangani setelah masa berpuasa yang pendek (24 jam).
- Ikan harus ditangani dengan hati-hati.
- Ikan harus dibungkus dengan handuk basah sebelum penanganan.
- Jangan sekali-kali melemparkan ikan ke dalam tempat pemeliharaan; masukkan kembali ikan ke tempat pemeliharaan secara lembut.
- Setelah pemberian obat bius, berikan ikan cukup waktu untuk memulihkan kesadarannya sebelum dilepaskan.
Manajemen Induk
PENILAIAN TINGKAT KEMATANGAN
P. djambal jantan dan betina tidak memperlihatkan karakteristik eksternal yang memudahkan perbedaaan jenis kelamin dan tingkat kematangan seksualnya. Bahkan ketika ikan betina menunjukkan perut yang besar dan lembut, hal itu seringkali menunjukkan adanya lemak yang menutupi isi rongga perut (perivisceral).
Pada spesies ini, induk jantan bisa diidentifikasi apabila tingkat kematangan secara seksual yakni dengan pengeluaran cairan sperma jika dilakukan penekanan pada bagian perut dan untuk yang betina apabila oosit (follicle) bisa diambil sampelnya melalui kanulasi (intra-ovarian biopsy).
Meskipun oosit mampu berkembang secara sempurna kematangan gonad pada lingkungan budidaya, P. djambal tidak bereproduksi secara spontan dalam kolam pemeliharaan. Suatu penanganan secara hormonal diperlukan untuk mendorong pematangan oosit dan ovulasi.
Jantan
Penilaian kematangan seksual ikan jantan jauh lebih mudah daripada ikan betina dan tahap kematangannya ditentukan sesuai dengan skala berikut:
1) Tidak adanya sperma.
2) Terdapatnya sedikit sperma setelah dilakukan penekanan atau pengurutan.
3) Pengeluaran sperma yang bisa dilihat melalui penekanan dengan tangan.
4) Pengeluaran cairan sperma yang banyak hanya dengan sedikit penekanan tangan.
Betina
Setelah kanulasi dan pemberian cairan Serra (30% formalin, 60% etanol dan 10% asam cuka), oosit P. djambal tidak pernah menunjukkan migrasi inti sel telur (germinal vesicle) sebelum ikan betina menerima pemberian hormon yang tepat. Berbeda dengan beberapa spesies ikan lainnya, posisi inti dalam oosit bukan merupakan kriteria kematangan pada P. djambal.
Nilai tengah diameter serta penyebaran kesamaan diameter oosit tetap merupakan kriteria terbaik untuk menentukan kesiapan P. djambal betina.
Kinerja pertumbuhan
Pada P. djambal, pertumbuhan ikan jantan dan betina dapat dibandingkan karena semuanya secara individu diberi tanda pengenal PIT. Pada spesies ini, ikan betina menunjukkan pertumbuhan jauh lebih cepat daripada ikan jantan di atas 3 kg bobot tubuh rata-rata.
Pada ikan jantan,lebih rendahnya pertumbuhan berkaitan dengan periode di mana sebagian besar mencapai kematangan seksual secara sempurna.
Umur pada kematangan seksual pertama
Umur P. djambal pada kematangan seksual pertama diperkirakan atas dasar kelompok ikan yang dibesarkan dalam kolam. Pengamatan yang dilakukan baik pada ikan yang awalnya ditangkap dari alam atau ikan hasil pemijahan mengarah pada kesimpulan yang sama. Kematangan seksual terjadi terlebih dahulu pada ikan jantan daripada betina.
Ikan jantan pertama yang matang secara seksual tercatat pada umur 11 – 12 bulan dan lebih dari 80% ikan jantan sudah mengeluarkan sperma pada umur dua tahun. Pada waktu ini, ikan jantan dari hasil pemijahan memiliki bobot tubuh 2 – 3 kg di dalam kondisi atau lingkungan tempat pemeliharaan.
Ikan betina pertama yang matang secara seksual (tahap 4) tercatat pada umur tiga tahun. Namun demikian pada umur 4 tahun semua induk P. djambal dapat dianggap sebagai matang sepenuhnya. Pada umur 3 tahun, ikan betina dari hasil pemijahan telah mencapai bobot tubuh 4 – 5 kg. Jika larva P. djambal bisa diproduksi sepanjang tahun, periode yang paling menguntungkan untuk produksi benih ikan berlangsung selama 7 bulan dengan suatu kenaikan antara Nopember dan Januari.
Biologi larva
Teknik pembesaran larva ikan yang dibudidayakan bersifat spesifik dan harus disesuaikan dengan perilaku khusus serta kebutuhan biologis ikan selama perkembangannya.
Karakteristik biologis larva dan benih ikan P. djambal, mulai dari penetasan sampai umur 15 hari, disajikan dalam tabel di bawah.
* dalam air tergenang
** pada sistim air resirkulasi
PEMILIHAN PAKAN UNTUK PEMBESARAN LARVA
Penyerapan pakan pertama pada larva P. djambal yang diberi berbagai pakan berbeda.
Perbandingan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva yang diberi pakan Artemia sp., Moina ssp., Daphnia sp., tubifex (cacing) dan pakan buatan dengan 40% protein dilakukan sampai 11 hari setelah menetas.
Meskipun tidak ditemukan perbedaan dalam tingkat kelangsungan hidup antara larva yang diberi berbagai jenis pakan, larva yang diberi pakan nauplii Artemia menunjukkan pertumbuhan 3 – 4 kali lebih cepat.
Perbedaan pertumbuhan antara larva yang diberi berbagai jenis pakan dapat dijelaskan karena tingkat pencernaan dari nauplii Artemia lebih cepat dan lebih besar sejak pemberian pakan pertama (3 kali) sampai hari ke-8 setelah menetas (20 kali) dibandingkan dengan jenis-jenis pakan lainnya.
Dari berbagai spesies ikan yang berbeda terlihat bahwa frekuensi optimal pembagian pakan selama pembesaran larva tergantung pada umur. Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya terhadap larva P. djambal telah menunjukkan bahwa jangka waktu antara pemberian pakan dan pengosongan perut secara total adalah sekitar 4 – 5 jam sampai 5 hari dan meningkat sampai 7 jam setelah 8 hari.
Larva disapih setelah 4 hari saja daripada menunggu waktu satu minggu atau lebih. Akibatnya, pemberian pakan pengganti Artemia dengan pakan buatan mulai hari ke-5 memungkinkan penurunan secara signifikan dalam biaya operasional pembesaran larva.
MUTU AIR
Meski limit yang mematikan dari parameter yang lain belum diketahui, dengan mematuhi kisaran yang diberikan dalam Tabel VI.3 bisa memberikan hasil-hasil yang baik dalam hal pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan kesehatan larva.
Selama pembesaran larva, perhatian khusus harus diberikan pada konsentrasi oksigen terlarut karena kebutuhan larva cukup tinggi . Membesarkan larva-larva pada konsentrasi oksigen kurang dari 3 mg.L-1 mengandung resiko. Di samping itu, dari hari kedua setelah penetasan telur, larva P. djambal suka berenang melawan arus yang membuat mereka selalu berada pada bagian yang paling banyak mengandung oksigen.
Perilaku khas ini bisa dipakai sebagai kriteria untuk menilai tingkat oksigen yang tersedia dalam tempat pembesaran. Apabila konsentrasi oksigen cukup tinggi, larva menyebar secara merata dalam tangki. Sebaliknya, apabila konsentrasi oksigen sangat rendah, larva berkonsentrasi di bagian yang terdapat arus aerasi atau jalan pemasukan air.
Dalam hal suhu, kinerja larva yang bagus diperoleh dalam rentang yang diuji (Lihat tabel). Namun demikian larva yang dibesarkan pada suhu kurang dari 28°C sangat rentan terinfeksi parasit, seperti Ichtyophtirius multifiliis atau penyakit bintik putih (white spot desease). Dalam hal ini, disarankan untuk meningkatkan suhu sampai 28 – 30°C atau melakukan beberapa tindakan pencegahan guna menghindari infeksi.
Pemeliharaan larva
Di Indonesia, larva ikan biasanya dibesarkan dalam tangki-tangki atau akuarium dengan menggunakan air yang tergenang maupun resirkulasi atau yang mengalir.
Karena alasan ekonomi, pembudidaya skala menengah dan kecil biasanya menggunakan akuarium untuk membesarkan larva.
Sistem resirkulasi, yang identik dengan teknologi mutakhir, sangat memerlukan investasi lebih besar daripada sistem pembesaran dengan air tergenang. Akan tetapi, dalam beberapa hal, menggunakan sistem resirkulasi bisa menjadi kebutuhan bagi para pembudidaya. Ini bisa jadi disebabkan kekurangan air untuk jangka lama atau karena mutu air yang kurang.
TEMPAT PEMBESARAN
Penting untuk dicatat bahwa volume pembesaran yang dibutuhkan untuk produksi benih ikan baik dengan sistem air tergenang ataupun air mengalir secara langsung berkaitan dengan kepadatan ikan dan cara pemberian pakan. Apapun teknologi yang digunakan, struktur atau tempat pembesaran dirancang untuk kapadatan larva yang maksimal. Melebihi jumlah ini atau bobot tubuh ikan akan mengakibatkan penurunan mutu air serta kegagalan pembesaran.
Sistem resirkulasi air
Sistem resirkulasi air merupakan kegiatan pembesaran larva dalam air yang mengalir, menyerupai sistem air terbuka. Berkat filter mekanik dan biologis, air resirkulasi secara terus menerus akan terhindar dari kekeruhan dan zat racun yang larut (terutama amoniak) yang berasal dari sisa pakan, urine dan kotoran ikan. Karena jumlah sisa pakan dan zat racun tergantung langsung dari jumlah larva yang dibesarkan, volume filter harus ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya padat tebar larva.
Sistem air tergenang
Membesarkan larva dalam air tergenang berarti bahwa tidak terdapat aliran air yang permanen dan air secara teratur diganti dengan menyifon.
Mempertahankan tingkat oksigen larut dalam air dilakukan dengan aerasi yang dipasang pada tempat pembesaran. Pekerjaan rutin harus dilakukan dengan cermat. Sisa pakan dan kotoran larva harus dibersihkan secara manual setiap hari. Lagipula, untuk
mengurangi zat racun yang larut, antara 50% dan 75% air dari tempat pembesaran harus diganti setiap hari dengan cara menyifon. Teknik ini membutuhkan manajemen air yang baik selama periode pembesaran larva.
Sebelum pemeliharaan larva, semua wadah atau sarana harus disiapkan guna menghindari penyakit, stres dan matinya larva yang baru menetas dari tempat pembesaran. Apapun teknologi yang digunakan, semua sarana pembesaran harus dibersihkan dan disucihamakan sebelum memulai lagi siklus pembesaran yang baru.
KEPADATAN DALAM WADAH PEMBESARAN
Kepadatan adalah jumlah larva yang dibesarkan per liter air. Kepadatan yang tidak diketahui atau terlalu tinggi bisa membahayakan mutu air, pertumbuhan yang lambat, tingkat kelangsungan hidup yang rendah serta tingkat heterogenitas yang tinggi dari ikan yang hidup. Sebagaimana sudah dicatat sebelumnya, setiap wadah pembesaran dirancang untuk kepadatan maksimal pemeliharaan ikan. Apapun teknologi yang digunakan, nilai maksimal ini tidak boleh dilampaui.
Menerapkan kepadatan yang rendah dalam kegiatan pembudidayaan dan tidak pada kapasitas yang semestinya bisa mengakibatkan penurunan produksi.
Jumlah awal larva yang dipindahkan ke dalam tempat pembesaran harus diketahui dengan menghitungnya, atau setidaknya diperkirakan secara akurat, guna pengaturan yang tepat dalam pemberian pakan dan pemeliharaan mutu air dalam setiap tangki.
Untuk mengoptimalkan produksi larva, kepadatan yang direkomendasikan untuk P. djambal selama pembesaran larva adalah sebagai berikut:
1) Pada air tergenang: 15 larva per liter sampai umur 8 jam, kemudian 5 larva per liter mulai dari umur 8 sampai 18 hari;
2) Pada sistem dengan air resirkulasi: 30 larva per liter sampai umur 15 hari.
PERTUMBUHAN LARVA
PROSEDUR PEMBERIAN PAKAN
Pada resirkulasi air
Pada sistem air resirkulasi atau mengalir, disarankan untuk menutup aliran air selama 30 menit setiap waktu pemberian pakan guna mempertahankan mangsa yang hidup dalam tangki-tangki.
Jumlah Artemia nauplii per pemberian yang disajikan dalam table, dievaluasi untuk keperluan jadwal pemberian pakan 7 kali per hari. Frekuensi pemberian pakan yang direkomendasikan adalah memberi pakan larva setiap 3 jam mulai dari jam 6.00 sampai jam 00:00.
Pada air tergenang
Antara umur 2 dan 8 hari, larva diberi pakan 5 kali sehari, setiap 4 jam antara jam 7:00 dan 23:00 dengan jangka waktu puasa antara jam 23:00 dan jam 7:00.
Waktu penyapihan
Pada kebanyakan spesies ikan, waktu penyapihan merupakan periode yang sangat kritis karena perkembangan anatomis dan fungsi usus belum sepenuhnya tercapai. Pada P. djambal, mengganti nauplii Artemia dengan pakan buatan yang baru tidak menimbulkan masalah. Namun demikian, disarankan untuk membiasakan larva dengan pakan yang baru terlebih dahulu sebelum menghentikan pemberian nauplii Artemia.
Pada resirkulasi air
Mulai dari hari ke-4 pemberian pakan, apabila menggunakan teknik air resirkulasi atau mengalir, disarankan memberikan pakan buatan dalam jumlah kecil setengah jam sebelum memberi pakan larva dengan nauplii Artemia. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, substitusi total nauplii Artemia dengan pakan buatan dari hari ke-5 pemberian pakan secara signifikan menurunkan biaya operasional pemeliharaan larva.
Pada air tergenang
Dewasa ini, pakan buatan tidak umum digunakan untuk memberi pakan larva dalam air tergenang guna menghindari pencemaran. Karena itu, nauplii Artemia diganti dengan cacing tubifex (Tubifex sp.). pada hari ke-8 setelah penetasan.
Pakan buatan
Keterangan berikut hanya menyangkut larva yang dibesarkan dalam system air resirkulasi karena pakan buatan umumnya digunakan dalam sistem ini.
Kandungan protein dan ukuran partikel yang tepat dibutuhkan untuk keberhasilan penyapihan. Diameter partikel pakan kering tahap awal harus disesuaikan dengan mulut larva untuk kemudahkan pencernaannya dan juga untuk membantu proses pencernaan tersebut. Ukuran pakan kering tahap awal yang disarankan untuk penyapihan P. djambal harus antara 0,270 dan 0,410 mm.
Kekurangan nutrisi dasar bisa mempengaruhi pertumbuhan, sebab itu disarankan untuk membesarkan larva dengan pemberikan pakan kaya protein yang seimbang (40 – 45% protein kasar). Cara terbaik untuk memberi pakan larva adalah dengan memberikan pakan buatan sesuai dengan yang dibutuhkan ikan. Namun demikian kadangkala batas antara kebutuhan yang sesuai dan berlebihan tipis sekali dan sering tidak kentara.
Kelebihan pemberian pakan dalam wadah pembesaran bisa menurunkan mutu air, yang selanjutnya mengakibatkan penyakit atau bahkan kematian ikan.
Karena itu, disarankan untuk memberikan takaran harian 20% dari bobot larva mulai dari hari ke-6 sampai hari ke-9; 15% dari hari ke-10 sampai ke-13 dan kemudian 10% dari hari ke-14 (lihat tabel). Setelah periode ini, jumlah pemberian pakan akan dikurangi setahap demi setahap sesuai dengan umur.
Perhitungan ransum harian
- Bobot tubuh rata-rata larva harus diketahui dan dikalikan dengan jumlah total larva untuk memperoleh biomasa total.
- Biomasa total dikalikan dengan takaran harian dalam % guna memperoleh ransum harian pakan buatan yang akan diberikan (ransum atau takaran).
- Ransum harian pakan buatan seperti yang dihitung di atas harus dibagi dengan jumlah pemberian yang dilakukan selama sehari untuk memperoleh jumlah pakan per pemberian.
Cacing rambut (Tubifex sp.)
Harganya yang sangat terjangkau dan persediaannya yang melimpah di beberapa daerah di Indonesia, Tubifex sp. merupakan pakan alami yang paling banyak digunakan untuk memberi pakan larva atau benih ikan pada keadaan air tidak mengalir. Akan tetapi, Tubifex tidak dijumpai di setiap pelosok di Indonesia dan persediaannya yang berlimpah tergantung pada musim atau bersifat musiman. Bahkan meski harganya tetap lebih rendah daripada biaya pakan buatan, itupun sangat bervariasi sesuai dengan musim dan keadaan setempat.
Telah diketahui bahwa Tubifex bisa membawa serta parasit seperti myxozoa atau cestodes (De Kinkelin, 1985) dan bisa memicu penyakit. Lagi pula, cacing-cacing ini sering terkumpul dalam endapan lumpur atau lumpur yang terbawa hujan, dan kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk diangkut pada suhu yang kadang-kadang melebihi 30°C. Meskipun para pembudidaya mencuci Tubifex sp. dengan air bersih yang mengalir dan menambahkan aerasi sebelum memberi pakan larva, resiko terkontaminasi parasit dan bakteri tetap ada. Karena alasan-alasan inilah, dan karena pada sistem resirkulasi pakan buatan sangat efisien, disarankan untuk tidak menggunakan Tubifex dalam sistem ini.
Jika Tubifex harus digunakan, disarankan untuk menyucihamakan (disinfektan) Tubifex dengan formalin dengan cara di bawah ini sebelum diberikan:
- Masukkan Tubifex ke dalam larutan formalin dengan konsentrasi 50 ppm: yakni 50 mL.m-3;
- Aduk selama 2 menit;
- Cuci sedikitnya 3 kali dengan air bersih;
- Diberikan kepada larva.
Umumnya, dalam air tergenang, para pembudidaya lebih menyukai Tubifex daripada pakan kering. Sesungguhnya, dalam keadaan hidup, cacing-cacing tersebut berkumpul dan membentuk semacam bola pada dasar tangka pembesaran dan tetap tinggal hidup untuk waktu lama, yang merupakan keuntungan dari jenis pakan ini: - Mudah untuk mengontrol ransum (sejauh Tubifex masih tersisa, tidak perlu memberikannya lagi);
- Tidak ada pencemaran air (pakan hidup);
- Larva makan apabila ingin makan (pakan mandiri).
Tubifex yang dicincang atau digiling juga bisa digunakan untuk larva yang masih sangat muda, tapi dalam hal ini air media akan cepat tercemar apabila tidak mengalir.
Di BBAT Jambi, untuk larva P. djambal Tubifex yang hidup berhasil digunakan untuk menggantikan nauplii Artemia mulai umur 7 hari sampai umur 16 hari.
PATOGEN YANG DITEMUKAN PADA P. DJAMBAL
Sejauh ini, tiga patogen utama telah ditemukan menginfeksi P. djambal dalam lingkungan budidaya.
Bakteri: Aeromonas hydrophyla
Tidak terlihat oleh mata telanjang, bakteri ini merupakan penyebab paling umum terjadinya hemorrhagic septicemia, infeksi yang biasanya mengikuti stres.
Pencegahan: pelihara kondisi budidaya dan cegah stres yang tidak perlu pada ikan.
Tanda klinis: perilaku tidak normal; berenang perlahan; menolak pakan; pendarahan; warna pucat dan sirip yang terkikis; luka pada kulit kadangkadang sampai ke bagian otot.
Pengobatan: antibiotik seperti Oxytetracycline diberikan dengan suntikan, perendaman atau melalui pakan.
Dosis: Jangan hentikan pengobatan sebelum 6-8 hari, jika perlu bias diulangi setelah satu minggu rehat.
•) 10 – 20 mg.m-3 (ppm) zat aktif, dengan perendaman selama 24 jam,
•) 50 – 75 mg.kg-1 ikan per hari, dicampur dengan makanan dan diberikan melalui pakan,
•) 50 mg.kg-1 ikan perhari, dengan injeksi untuk induk ikan.
Protozoa: Ichthyophtirius multifiliis
Disebut “Ich” di Indonesia, parasit muda tersebut menempati atau mendiami insang dan masuk ke dalam lapisan lendir. Parasit ini paling berbahaya bagi benih ikan dan bisa menyebabkan kematian sampai 100%
dalam hal terjadinya infeksi parah.
Tahap infeksi yang disebut penyakit bintik putih (white spot desease) terbentuk dengan cepat. Pengobatan secara kimiawi efektif hanya pada tahap renang bebas saja (tomite). Penggandaan diri terjadi secara cepat di bawah suhu 28°C, tapi pada suhu yang lebih tinggi, resiko infeksi jauh berkurang.
Pencegahan: Kondisi budidaya yang sehat; suhu air harus lebih tinggi dari 28°C, air yang mengalir untuk membersihkan tomite; pengobatan perendaman yang bersifat preventif.
Tanda klinis: Bintik putih pada kulit dan sirip, efek iritasi, ikan yang terinfeksi menjadi lemah dan tidak bereaksi dengan wajar terhadap stimulus.
Pengobatan: Direndam dengan larutan Malachite Green Oxalate (4g) dilarutkan dalam formalin (1L).
Dosis: Pengobatan ini paling efektif terhadap penyakit bintik putih; akan tetapi apabila melampui dosis yang direkomendasikan sangat berbahaya
untuk ikan: Dalam hal larutan yang baru, sangat disarankan untuk mengujinya terlebih dahulu pada sampel ikan.
•) Selama 10 hari pertama pembesaran larva: 5mL.m-3 selama 24 jam, sekali seminggu, sebagai pengobatan pencegahan.
•) Setelah umur 10 hari: 10 mL.m-3 selama 24 jam, sekali seminggu, sebagai pengobatan preventif.
•) Dalam hal terjadinya infeksi: dosis 20 mL.m-3 harus diterapkan selama 24 jam, dan diulangi 3 kali setelah 24 jam rehat (selama periode 5 hari).
Selama rehat 24 jam, air harus diganti semuanya apapun metode budidaya yang digunakan.
Catatan: Ikan yang lemah dan terinfeksi parah harus dibuang dari tangka pembesaran guna mengurangi serangan penyakit.
Monogenean: Thaparocleidus
Cacing tanpa segmen, ukuran kecil (< 3 mm). Ecto-parasit, umumnya mendiami insang (Komarudin dan Pariselle, 2002).
Spesies Monogenean ini tumbuh dalam jumlah relatif besar dengan cepat pada budidaya intensif (Thoney dan Hargis, 1991) Permulaan infeksi tidak terlihat oleh mata telanjang. Setelah itu, pembudidaya bisa membuka operkulum ikan untuk memeriksa adanya Monogenean pada insang. Untuk diagnosis yang akurat, pembudidaya bisa mengorbankan beberapa ekor ikan dan mengamati insang dengan stereo mikroskop berdaya rendah.
Infeksi ini menyebabkan kesulitan pernapasan pada ikan dan cenderung menurunkan pertumbuhan, dengan pengaruh negatif yang nyata pada produksi ikan. Infeksi bakteri bisa timbul sebagai infeksi sekunder.
Pencegahan: Melakukan desinfeksi terhadap tempat budidaya; pengurasan kolam atau pengapuran sebelum memulai siklus reproduksi baru; hindari mencampurkan ikan yang sangat berbeda ukuran dalam budidaya; pengamatan reguler perilaku ikan; pengobatan teratur sebagai pencegahan.
Tanda klinis: pada permulaan infeksi, tak ada tanda yang terlihat; tahap lanjut pernapasan meningkat; ikan berkumpul dekat jalan masuknya air atau dekat sumber oksigen; kehilangan selera.
Pengobatan: perendaman dengan formalin.
Dosis:
•) 25 mL.m-3 selama 24 jam, sekali seminggu, untuk pengobatan pencegahan.
•) 40 mL.m-3 selama 24 jam dalam hal infeksi, pengobatan perlu diulangi sekali setelah rehat 24 jam.
No comments:
Post a Comment